Mungkin tak bisa dipungkiri bahwa aku terlahir sebagai anakmu. 9 bulan
engkau mengandungku, hingga ku terlahir ke dunia ini dengan menangis, dan pada
saat itu juga pertama kalinya engkau meneteskan air matamu karenaku, karena
engkau bahagia melihatku.
Perlahan-lahan aku semakin bertumbuh, semakin besar dan bertambah usia,
semua itu terjadi karena engkau rela merawatku tak kenal lelah dan tak kenal
pamrih. Yang ada di benakmu hanyalah, “Aku akan merawatmu hingga engkau, anakku
kelak tumbuh besar dan bisa berguna bagi dunia ini. Tak perlu kamu pikirkan apa
yang kamu makan, karena itu sudah menjadi tanggungjawabku untuk merawatmu.”
Sewaktuku masih belum bisa bicara, kamu selalu mengajariku bagaimana
mengucapkan kata, “Mama”. Engkau senang ketika ku bisa tersenyum, dan tertawa
ketika ku bisa mengucapkan kata itu. Engkau mengajariku caranya berjalan.
Engkau bahkan sering sulit untuk terlelap di malam hari karena aku selalu
menangis. Ma, engkau hebat!
Ketika ku masih belum bersekolah, engkau selalu setia menemaniku
bermain, menceritakanku sebuah kisah, mengajakku jalan walaupun sekedar belanja
ke warung, menemaniku menonton televisi, atau bahkan menemaniku disaat tidur
ketika aku masih takut untuk tidur sendiri. Hari-hariku terasa indah karena
engkau selalu menemani.
Umur bertambah, aku pun mulai bersekolah. Hari pertama sekolahku, engkau
menemaniku masuk kelas, bahkan aku mungkin sempat menangis karena tidak bisa
ditemani olehmu lagi. Tapi engkau selalu punya cara untuk menenangkanku dengan
mengatakan kalau, “Mama tunggu di luar ya.” Engkau mengajariku mengerjakan
tugas, memberiku pujian ketika aku membuat suatu gambar atau berhasil
mengerjakan tugasku.
Aku beranjak semakin dewasa, dan masuk sekolah tingkat menengah pertama.
Engkau mulai berhenti menemaniku di sekolah, bukan karena engkau tidak peduli,
tetapi karena engkau ingin agar aku bisa beradaptasi dengan dunia luar dan bisa
bersosialisasi sendiri. Setiap aku selesai ujian di sekolah, engkau selalu
menanyakan, “Bagaimana ujianmu tadi, nak? Bisa kan?” Ketika ku katakan bisa,
engkau senang, ketika kukatakan ujiannya sulit, engkau tetap memberikanku
semangat.
Masa SMA adalah masa dimana belajar
lebih dewasa. Walau begitu, engkau tidak pernah mengabaikanku dan selalu
memberikanku hal yang terbaik. Walaupun… Beberapa kali aku bertingkah buruk,
bandel dan mungkin melawanmu, engkau tidak pernah menaruh dendam pada diriku.
Suatu siang ketika aku kelaparan
sepulang sekolah, engkau tau dan memasakkan makanan yang kusuka, walaupun mungkin
hanyalah makanan sederhana, tapi itu sangat berharga bagiku. Sampai mungkin
ketika ku membawa bekal ke sekolah, teman-temanku juga ikut menikmati sedikit
makananku karena rasanya yang memang enak. Mama emang chef yang terbaik deh!
Tapi Ma, sekarang aku sudah jauh
dari rumah, dan merantau ke tanah orang demi masa depan yang lebih baik. Engkau
rela hanya makan seadanya demi membiayai aku yang merantau ini. Terkadang untuk
memikirkannya aku juga turut sedih, tapi aku teringat akan kata-katamu, “Aku
akan merawatmu hingga engkau, anakku kelak tumbuh besar dan bisa berguna bagi
dunia ini. Tak perlu kamu pikirkan apa yang kamu makan, karena itu sudah
menjadi tanggungjawabku untuk merawatmu.” Aku hanya bisa berusaha yang terbaik
agar semua pengorbanan yang engkau berikan kepadaku tidak sia-sia.
Aku menyadari semakin lama aku
semakin bertumbuh dewasa dan bisa membedakan mana hal yang baik bagiku dan mana
yang tidak. Tapi,
Aku juga menyadari kalau semakin lama, engkau semakin beranjak tua. Aku
masih bersyukur kepada Tuhan aku masih bisa memilikimu sebagai Mamaku, karena
banyak sahabat-sahabatku diluar sana tidak bisa merasakan bagaimana kasih sayang
seorang Mama.
Ma, aku akan berusaha untuk bisa membahagiakanmu dengan usaha dan hasil
yang kubuat. Jangan pernah ragu untuk selalu mendoakanku disini, karena hanya
lewat Doa-mulah Tuhan mendengar namaku disebut. Amin.
I Love My Mom!
0 komentar:
Post a Comment